Saat ini ramai perbincangan mengenai pentingnya investasi untuk mencapai kebebasan finansial. Investor dan penulis Cashflow Quadrant (1998), Robert T. Kiyosaki mengatakan pencapaian kebebasan finansial tergantung pada kebiasaan pengeluaran (spending habit). Sayangnya, untuk mencapai kebebasan finansial kerap terpengaruh bias kognitif dalam manajemen keuangan pribadi.
Kebanyakan orang mendefinisikan kebebasan finansial dengan memiliki cukup uang untuk pensiun. Tentu diimbangi dengan gaya hidup minimalis untuk menekan pengeluaran agar sisa tabungan cukup hingga akhir hayat. Singkat kata, mereka hidup dengan kualitas hidup ala kadarnya agar tetap bertahan.
Lalu, apa itu kebebasan finansial (financial freedom)?
Financial freedom is much more than having money. It’s the freedom to be who you really are and do what you really want in life.
Robert Kiyosaki, Rich Dad Poor Dad (1997).
Kebebasan finansial adalah ketika Anda bebas menjadi diri sendiri dan melakukan apapun yang Anda mau. Artinya, kebebasan finansial tidak sama dengan kaya. Kaya itu relatif dan subjektif. Setiap orang punya standar kekayaan.
Baca Juga: Arisan: Menghasilkan Untung atau Malah Buntung?
Manajemen Keuangan dan Jalan Menuju Kebebasan Finansial
Manajemen keuangan merupakan hal paling fundamental dalam pengelolaan pengeluaran. Sebelum menabung dan berinvestasi, arus kas harus sudah beres dulu. Pengelolaan arus kas berguna untuk memantau kondisi keuangan agar tetap on track sehingga ada alokasi dana untuk tabungan.
Dalam perjalanan menuju kebebasan finansial, ada perilaku yang menghambat perjalanan. Ada dua bias kognitif dalam manajemen keuangan pribadi: optimism bias dan mental accounting.
- Optimism Bias
Optimism bias adalah bias kognitif yang membuat seseorang merasa tidak akan mengalami hal buruk dan terlalu percaya diri memandang masa depan. Istilah ini disebut juga dengan unrealistic optimism atau comparative optimism. Optimism bias pertama kali dicetuskan oleh Weinstein pada tahun 1980.
Dalam hal manajemen keuangan, optimism bias membuat seseorang terlalu yakin pekerjaan yang ia lakoni bisa menjamin masa tuanya. Bisa juga seorang investor yang berspekulasi portofolio investasinya akan terus menguntungkan dan berisiko kecil. Akhirnya, pengambilan keputusan menjadi tidak bijak sehingga berdampak pada arus kas.
- Mental Accounting
Adalah Richard H. Thaler yang pertama kali mencetuskan istilah mental accounting dalam tulisan berjudul Mental Accounting Matters.
Mental accounting is the set of cognitive operations used by individuals and households to organize, evaluate, and keep track of financial activities.
Richard Thaler, Journal of Behavioral Decision Making (1999).
Mental accounting adalah kondisi ketika seseorang menilai secara subjektif pendapatan dan pos keuangan yang ia miliki sehingga menyebabkan kehancuran. Bias kognitif ini menyebabkan orang boros (overspending) dan mengambil keputusan investasi yang tak rasional.
Misalnya, ketika seseorang mendapat cashback setelah belanja kebutuhan harian, ia memandang uang itu sebagai hadiah. Akhirnya, ia menghamburkannya untuk hal yang tak mendesak.
Bisa juga ketika kita tak sengaja menemukan uang di kantong celana. Kita berasa ketiban rejeki nomplok dan menghabiskannya begitu saja.
Untuk menghindari bias mental accounting, kita harus memahami keberfungsian uang (fungibility of money) yang mendasari konsep mental accounting. Jawabannya adalah manajemen arus kas yang efektif dan efisien.
4 Tips Untuk Mengatasi Bias Kognitif dalam Manajemen Keuangan Pribadi
1. Buat Pos Keuangan
Ada tiga pos keuangan yang harus Anda miliki. Pertama, pos biaya hidup. Kedua, pos pengeluaran disreksioner. Ketiga, pos investasi.
Pengeluaran biaya hidup adalah pengeluaran yang wajib dialokasikan tiap bulan sebanyak 40-60%. Tanpa pos ini, Anda tak bisa hidup dengan layak.
Pos pengeluaran disreksioner adalah biaya hiburan dan hura-hura paling banyak 20%. Adalah manusiawi untuk menikmati hasil keringat sendiri.
Pos investasi bertujuan membangun kekayaan. Alokasi untuk pos ini minimal 10%.
Sisanya, bisa Anda gunakan untuk beramal sekitar 10% atau membayar utang maksimal 30%, jika ada utang. Ini semua tidak mutlak, tergantung pada penghasilan dan gaya hidup masing-masing individu.
2. Menabung Setelah Gajian
Prioritaskan menabung. Jika Anda menabung di akhir bulan, artinya uang tabungan Anda hasil dari sisa pengeluaran. Tidak mau kan masa tua Anda hidup dari sisa?
3. Catat Pengeluaran Bulanan
Dari semua pengeluaran per bulan, catat mana saja pengeluaran konsumtif dan pengeluaran produktif. Bedakan keinginan dan kebutuhan. Hitung uang yang Anda habiskan untuk keinginan dan alokasikan untuk investasi atau modal membangun usaha.
4. Hindari Terapi Ritel
Seringkali kita belanja barang yang tidak penting hanya untuk meredakan stres. Tak salah memang. Namun, terapi ritel dengan belanja impulsif itu beda tipis, lho. Biasakan untuk tidak berbelanja ketika suntuk atau stres.
Apapun fungsinya dan dari mana sumbernya, uang tetaplah sama. Gunakan sesuai dengan aturan pos keuangan. Sebanyak apapun penghasilan jika manajemen arus kas berantakan, kebabasan finansial akan sulit tercapai.